14 Februari 2009

Menjelajah Gunung dan Pantai di Minangkabau

Saya selalu tertarik untuk mengunjungi Sumatera Barat. Keinginan ini baru saya wujudkan akhir tahun lalu. Kunjungan ini jadi pengalaman yang tidak terlupakan.

Untuk kunjungan istimewa ini, kami mulai merencanakan perjalanan dan memesan tiket berikut hotel jauh-jauh hari. Cenderung berhati-hati, mengingat ini perjalanan terjauh saya dan anak saya yang masih berusia lima tahun, Naila.

Rute-rute perjalanan yang kami rencanakan pun selalu mempertimbangkan kemampuan dan minat Naila. Kami mendarat di Bandara Internasional Minangkabau pada hari Jumat siang. Di bandara kami sudah dijemput sopir mobil sewaan, Pak Edi. Dengan mobil tersebut, kami langsung menuju ke arah Bukittinggi.

Selama perjalanan, saya menemukan berbagai hal yang menarik. Ternyata, nama-nama kecamatan di Sumatera Barat banyak menggunakan angka. Sebut saja "4 Koto Aur Melintang", "7 Koto Sungai Sarik", dan yang paling unik adalah daerah asal kakek suami saya, Kecamatan "2 x 11 Enam Lingkung".

Suami saya dengan bercanda memberikan alasan, darah dagang mendorong orang Minang selalu berhitung. Sekitar lima belas menit selepas Sicincin pemandangan berubah drastis. Dari sawah dan kebun yang cenderung datar, tiba-tiba bukit dan hutan menyambut. Ternyata kami sudah tak jauh dari Lembah Anai yang terkenal itu.

Air terjun Lembah Anai terletak di sebelah kiri jalan raya yang membelah Bukit Barisan. Sementara di sebelah kanan mengalir sungai Batang Anai yang berbatu-batu besar, cantik sekali.

Antara Padangpanjang dan Bukittinggi ada beberapa tempat yang menarik untuk dikunjungi. Di Padangpanjang ada Sate Padang Mak Syukur yang juga membuka cabang di Jakarta. Lalu para penjual kue bika (semacam serabi, dari tepung beras dan kelapa) di nagari Koto Baru.

Tak jauh dari sana terdapat persimpangan ke Pandai Sikek yang terkenal dengan songket benang emas dan sulam tangannya. Tapi karena terbatasnya waktu agar bisa melihat Danau Maninjau sebelum gelap, terpaksa tempat- tempat ini saya lewatkan.

Di nagari Padang Luar, Pak Edi membelokkan mobil menuju Maninjau. Jalannya hanya pas untuk dua mobil. Di Kecamatan Matur terdapat persimpangan, lurus melalui Embun Pagi dan Kelok 44 ke Maninjau, sedangkan jalur ke kanan yang kami ambil, menuju Puncak Lawang. Jalur ini lebih kecil, tapi sudah teraspal.

Makin mendekati Puncak Lawang terdapat perkebunan tebu dan industri kecil pembuatan gula. Buat saya ini agak aneh karena di Pulau Jawa, perkebunan tebu biasanya terletak di dataran rendah. Puncak Lawang adalah puncak tertinggi perbukitan di tepi timur Danau Maninjau. Dari ketinggian 900 meter di atas permukaan laut (dpl), sering diadakan ajang olahraga paralayang untuk mendarat di Rizal Beach nun di tepi danau.

Pandangan ke arah Danau Maninjau yang terbentang luas di bawah sana sangat jelas dan bersih. Di antara bukit-bukit di sisi barat tampak mengintip lepas pantai utara Pariaman. Dari Puncak Lawang, kami langsung menuju ke Bukittinggi. Waktu sudah tidak mengizinkan kami turun ke tepi Maninjau melalui Kelok 44 yang terkenal itu.

Dari Ngarai Hingga Keripik Sanjai

Hari kedua, kami berbelanja di Kota Bukittinggi adalah tujuan pertama. Di Pasar Atas dekat Jam Gadang, yang menjadi incaran saya adalah sulam tangan khas Bukittinggi untuk oleh-oleh, serta kerajinan crochet, berupa taplak meja dan sarung bantal.

Urusan belanja selesai, kami mengunjungi Taman Panorama untuk melihat Ngarai Sianok dari atas, setelah kemarin sore melewati dasar ngarai yang dalamnya 100 meter ini. Sayangnya, Naila merasa tidak nyaman dengan angin besar di sana sehingga kami tidak berlama-lama.

Sementara menyusuri Goa Jepang yang dulunya markas rahasia penjajah Jepang di dinding ngarai, sejak awal memang tidak kami rencanakan. Melintasi Benteng Fort de Kock ,Pak Edi lalu mengambil jalan utama Padang-Pekanbaru.

Setengah jam dari Payakumbuh, ibu kota Kabupaten Limapuluh Kota, kami sampai di Lembah Harau. Saat berdiri di dasar lembah, rasanya seperti dibentengi tebing-tebing cadas yang berdiri megah, tegak lurus di sekeliling. Tak kalah menakjubkan dari Ngarai Sianok yang terkenal itu.
sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentarnya.
"No Spam, No Junks"